Menjalin Komunikasi & Informasi

Penajam Paser Utara

Atas Nama Proyek Negara, Warga Tetap Harus Dapat Keadilan Tanah

PPU – Ketua Komisi II DPRD Penajam Paser Utara (PPU), Thohiron, kembali mengingatkan pentingnya keadilan dalam implementasi program reforma agraria, terutama di wilayah-wilayah yang terdampak langsung oleh proyek strategis nasional seperti kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan bandara VVIP. 

Ia menyoroti isu pembatasan luasan lahan pengganti yang mulai muncul dalam praktik di lapangan.

“Saya dengar juga ada pembatasan maksimal luasan lahan. Misalnya sebelumnya dia punya 10 hektare, tapi karena masuk program reforma agraria, dia cuma dapat 5 hektare,” ujar Thohiron.

Meski informasi itu belum sepenuhnya dapat ia verifikasi secara resmi, Thohiron menyatakan keprihatinannya jika hal itu benar terjadi. Menurutnya, prinsip dasar dari reforma agraria adalah pemulihan dan perlindungan hak atas tanah rakyat, bukan pembatasan hak yang sudah lebih dulu dimiliki masyarakat selama bertahun-tahun.

“Nah itu, saya enggak tahu pasti ya, belum ada informasi utuh. Tapi sepanjang yang saya pahami, penggantian itu mestinya sepadan. Kalau bisa ya lebih baik. Jangan sampai tanah 10 hektare diganti jadi 5 hektare, itu enggak fair,” katanya.

Pernyataan ini disampaikan Thohiron dalam konteks pengawasan terhadap proses relokasi dan ganti rugi lahan masyarakat yang tergusur akibat pengembangan proyek-proyek nasional. 

Ia menekankan bahwa dalih proyek strategis tidak boleh dijadikan pembenar untuk mereduksi hak-hak warga atas tanah yang telah dikuasai dan dikelola mereka secara turun-temurun.

“Saya tahu, semuanya dibicarakan atas nama proyek strategis nasional. Tapi jangan sampai warga itu dipaksa untuk nerima. Itu enggak boleh juga,” tegasnya.

Thohiron menilai bahwa proses dialog antara negara dan rakyat dalam konteks pengadaan tanah harus dilandasi pada kesetaraan informasi, transparansi, dan kejujuran dalam menyampaikan konsekuensi dari program-program pemerintah. 

Ia menyoroti kecenderungan birokrasi yang seringkali menggunakan istilah-istilah hukum dan administrasi untuk menutupi kebijakan yang merugikan masyarakat kecil. (CBA/ADV DPRD PPU)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *