DPRD PPU Soroti ASN Berkeliaran Saat Jam Kerja

Ketua Komisi I DPRD PPU Ishaq Rakhman
PPU – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Penajam Paser Utara (PPU) menyoroti kedisiplinan aparatur sipil negara (ASN), khususnya yang kedapatan berada di luar kantor saat jam kerja. Isu ini mengemuka dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar belum lama ini, sebagai tindak lanjut dari inspeksi mendadak (sidak) pasca cuti bersama Idulfitri.
RDP tersebut dihadiri oleh perwakilan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Inspektorat, serta sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD).
Ketua Komisi I DPRD PPU, Ishaq Rakhman, menegaskan bahwa proses penindakan terhadap pelanggaran disiplin ASN harus melalui tahapan yang sesuai dengan regulasi.
“Sanksi itu ada tahapannya, tidak bisa langsung berat. Ada pelanggaran ringan, sedang, hingga berat,” jelas Ishaq.
Namun, ia juga menggarisbawahi bahwa tidak semua ketidakhadiran ASN berarti pelanggaran. Beberapa pegawai diketahui sedang menjalankan tugas luar, cuti resmi, atau memiliki izin.
“Tapi ada juga yang mangkir tanpa keterangan apa pun. Itu yang perlu ditindaklanjuti,” tegasnya.
Komisi I menilai masih banyak ASN yang belum menunjukkan kedisiplinan. Beberapa kedapatan nongkrong di warung kopi atau berada di tempat umum saat jam kerja.
“Jangan ada lagi ASN nongkrong di warung saat masih jam kerja. Ini soal komitmen dan etika profesi,” ujar Ishaq.
Ia juga menekankan pentingnya peran pimpinan wilayah dalam menjaga pelayanan publik tetap berjalan optimal. Menurutnya, kepala wilayah kelurahan dan camat harus berada di wilayah tugas masing-masing selama hari kerja.
“Kepala wilayah wajib hadir di tempat saat jam kerja. Pelayanan publik tidak mengenal waktu. Jangan sampai warga mencari layanan, tapi tidak ada pejabatnya,” tambah Ishaq.
Dari hasil sidak, Komisi I DPRD mencatat sebanyak 211 ASN terindikasi melakukan pelanggaran disiplin. Saat ini, seluruhnya tengah dalam proses pemeriksaan internal oleh pihak eksekutif.
Salah satu pelanggaran berat yang menjadi sorotan adalah praktik kloning fingerprint—tindakan memanipulasi data kehadiran dengan meniru atau menggandakan data sidik jari pegawai.
“Kloning fingerprint ini salah satu isu serius yang dibahas. Itu bentuk manipulasi sistem kehadiran,” kata Ishaq.
Setidaknya ada tiga kasus yang telah masuk tahap proses sanksi berat dan berpotensi berujung pada pemecatan tidak dengan hormat, karena pelanggaran dilakukan secara berulang selama berbulan-bulan.
“Tiga kasus ini dalam proses menuju sanksi terberat. Kalau terbukti, bisa dipecat dengan tidak hormat,” ujarnya.
Meski begitu, identitas OPD yang pegawainya terlibat pelanggaran belum dibuka ke publik. DPRD menyerahkan penindakan sepenuhnya kepada eksekutif, sesuai mekanisme dan aturan yang berlaku.(aji)