Harga Udang di Pasar Tinggi, Selisih dari Nelayan Masih Dianggap Wajar

PPU – Kenaikan harga komoditas laut seperti udang di tingkat pasar akhir yang menembus angka Rp100 ribu per kilogram kerap memicu tanya dari konsumen. Namun bagi pemerintah, selisih harga itu dinilai masih dalam batas kewajaran, terlebih jika ditilik dari rantai distribusi dan ongkos pemilahan hasil tangkap nelayan.
Hal itu diungkapkan Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Lomo Sabani. Ia mengakui adanya disparitas antara harga di tingkat nelayan dan pasar umum, namun menyebutnya masih logis dari kacamata ekonomi perikanan.
“Meski demikian, nilai jualnya masih batas wajar kalau menurut kami,” ucap Lomo saat ditemui pekan ini.
Ia mencontohkan harga udang yang saat ini dijual di pasar bisa mencapai Rp100 ribu per kilogram. Namun saat dibeli dari nelayan, harganya berada di kisaran Rp60 ribu. Selisih itu, kata dia, bukan hanya karena keuntungan dagang, melainkan akumulasi dari sejumlah faktor distribusi.
“Tetapi sebenarnya seperti udang di pasar kan bisa sampai Rp100 ribu per kilonya. Kalau dari nelayannya langsung Rp60 ribu, memang ada selisih,” tuturnya.
Menurut Lomo, harga yang berlaku di pasar tidak serta-merta mencerminkan nilai beli di dermaga. Proses distribusi, biaya transportasi antarwilayah, serta klasifikasi ukuran dan kualitas udang pasca-pemilahan juga berperan dalam menentukan harga jual.
“Tetapi itu juga dihitung dari biaya transportasi dan size ukuran yang sudah dipilah,” tambahnya.
Selisih harga yang terjadi juga erat kaitannya dengan sistem rantai dagang yang selama ini menghubungkan nelayan dan pasar. Nelayan tidak langsung menjual hasil tangkapannya kepada konsumen, melainkan melalui perantara seperti pengepul dan distributor.
Dalam proses itu, komoditas dipilah berdasarkan ukuran, kemudian dikemas dan disalurkan ke pasar yang lebih luas, bahkan sebagian diekspor. (CBA/ADV DISKOMINFO PPU)