Toko Modern Menjamur di PPU, DPRD Soroti Lemahnya Regulasi Daerah Akibat Aturan Pusat

Ketua Komisi II DPRD PPU Thohiron
PPU – Meningkatnya jumlah toko modern di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) mulai menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Banyak toko modern berdiri berdekatan dengan toko milik warga lokal, sehingga memicu kekhawatiran terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat.
Ketua Komisi II DPRD PPU, Thohiron, mengungkapkan bahwa pemerintah daerah kini mengalami keterbatasan dalam mengendalikan ekspansi toko modern akibat kebijakan dari pemerintah pusat. Seluruh proses perizinan kini dikendalikan melalui sistem Online Single Submission (OSS), yang membuat daerah kehilangan kewenangan untuk menolak pendirian toko modern.
“Daerah sudah tidak bisa menolak karena toko-toko modern dianggap berisiko rendah. Maka, izinnya langsung diterbitkan pusat,” jelas Thohiron saat dikonfirmasi.
Hal ini juga diperkuat oleh hasil inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan oleh Wakil Bupati PPU, Waris Muin, di sejumlah lokasi. Dalam sidak tersebut ditemukan adanya dugaan pelanggaran terhadap aturan jarak antar toko modern.
Thohiron menambahkan bahwa pemerintah daerah sebenarnya pernah memiliki regulasi lokal berupa Peraturan Bupati (Perbup) yang mengatur keberadaan toko modern sejak tahun 2017. Namun, regulasi tersebut kini tidak lagi efektif karena bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
“Tidak mudah mengatur hal itu, karena regulasi pusat jauh lebih kuat. Kalaupun mau direvisi, tetap harus disesuaikan dengan peraturan di atasnya,” ujarnya.
Menurut Thohiron, perlu ada pendekatan kebijakan yang kreatif dan kolaboratif antara pemerintah pusat dan daerah untuk mengatasi persoalan ini, sehingga pertumbuhan ekonomi tetap seimbang tanpa mengorbankan pelaku usaha lokal.
Salah satu strategi ekspansi yang disoroti DPRD adalah kebiasaan toko modern yang menyewa rumah warga dan langsung mengalihfungsikannya menjadi gerai. Strategi ini dinilai lebih cepat dan efisien dibandingkan membangun dari nol, namun menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang signifikan.
“Jarang ada toko modern yang membangun dari nol. Mereka lebih sering sewa rumah warga yang sudah lama berdiri di lokasi itu,” ungkap Thohiron.
Apakah strategi tersebut merupakan bagian dari model bisnis terstruktur, Thohiron belum bisa memastikan. Namun ia menilai, pola ini layak untuk ditelaah lebih lanjut karena jelas berdampak pada keberlangsungan usaha kecil milik masyarakat.
“Yang jelas, ini jadi perhatian bersama agar pertumbuhan toko modern tidak menyingkirkan usaha warga,” pungkasnya.(aji)